Selamat Datang dan Bergabung

Religious Myspace Comments

The Blues

The Blues
Republik Biru "The Blues" Chelsea FC

Sabtu, 26 Juni 2010

Profit Eksistensi dan Eliminasi Hukum


"Nasikh dan Mansukh"

Hukum adalah aturan main yang bersifat supervisi. Ia merupakan sebuah refleksi positif yang memenej laju kehidupan manusia agar tidak keluar dari jalur yang semestinya ia lalui (benar). Berbicara tentang hukum, secara apriori akan menarik ikatan horizontal untuk juga membahas perihal sang pembuat hukum dalam hak perogratif dan otoritasnya. Karena dengan hak-hak inilah ia berwenang untuk menghasilkan sebuah hukum yang sudah barang tentu tidak akan pernah kita jumpai interfensi-interfensi di dalamnya dari pihak manapun. Juga dengan hak-hak tersebutlah ia dapat mendeklarasikan untuk menentukan keeksissan atau pengeliminasian pada sebuah hukum tertentu yang telah ia buat.

Hukum yang dimaksud dalam hal ini adalah hukum agama yang dibuat oleh Tuhan YME. Dengan keesaan-Nya ia bisa berbuat apa saja, dengan kemampuan tiada tara-Nya ia dapat melakukan apa saja dan dengan kehendak-Nya ia berhak menentukan apa saja. Jadi, sudah merupakan sifat wajib – dari sekian banyak sifat-sifat wajib - bagi Tuhan YME untuk memiliki semua itu. Singkat kata Tuhan adalah Yang Maha Esa (wahdaniyyah), Yang Maha Mampu (qudroh) dan Yang Maha Berkehendak (irodah). Kita akui ataupun tidak sifat-sifat tersebut, Tuhan YME akan selalu tetap ada pada eksistensi keabadian-Nya.

Berangkat dari ikhtisar penjelasan di atas, penulis akan mencoba sedikit membahas tentang hukum-hukum Tuhan YME yang telah dibuat-Nya dan dinyatakan-Nya eksistensi hukum tersebut dan eliminasinya.

Definisi Nasikh dan Mansukh

Sebelum membeberkan makna Nasikh dan Mansukh hendaknya terlebih dahulu kita harus mengetahui kata asal dan maknanya dari kata Nasikh dan Mansukh. Kedua kata tersebut (Nasikh dan Mansukh) berasal dari bahasa Arab yaitu an-naskh (ن س خ) yang berdefinisi etimologi adalah pengangkatan, pencabutan, penghilangan atau pembatalan. Sedangkan definisi terminologinya menurut Ilmu Ushul Fiqh adalah penjelasan/ketentuan dari Syaari’ mengenai habisnya waktu beramal dengan hokum-hukum syar’i sebab dalil-dalil syar’i pula yang turunnya lebih akhir (daripada hokum-hukum syar’i tersebut). Jadi, dalil-dalil syar’i inilah yang akan memainkan peranan penting dalam menentukan eksistensi sebuah hokum atau elimisainya. Dan dalil-dalil syar’i di sini adalah langsung dari Syari’ atau Sang Pembuat Hukum.

Nasikh adalah ism fa’il dari kata an-naskh. Ia adalah subyek/pelaku yang berperan mencabut sebuah hokum, yang membatalkan atau yang menghilangkan hokum tersebut. Nasikh di sini adalah dalil-dalil syar’i seperti yang telah disebutkan di atas dan datangnya dari Syari’ atau Sang Pembuat hokum.

Sementara Mansukh adalah ism maf’ul dari kata an-naskh. Dalam hal ini ia adalah obyek/sasaran kerja dari Nasikh atau ia adalah hukum yang dicabut, dihilangkan atau dibatalkan.

Prespektif Yahudi Perihal Nasikh dan Mansukh

Pada kitab Tahdziyb Syarh al-Asnawiy ‘ala Minhaj al-Wushul ila ‘Ilmi al-Ushul disebutkan bahwa orang-orang Yahudi memiliki prespektif yang berbeda-beda mengenai ada dan tidaknya Nasikh dan Mansukh. Dalam hal ini mereka terbagi menjadi tiga sekte. Sekte yang pertama disebut as-Syam’uniyyah adalah mereka yang berasumsi bahwa Nasikh dan Mansukh tidak dibenarkan adanya baik melalui akal (logika) maupun melalui pendengaran. Sekte yang kedua disebut al-‘Inaniyyah adalah golongan yang tidak membolehkan adanya Nasikh dan Mansukh melalui pendengaran saja, artinya mereka membenarkan adanya Nasikh dan Mansukh berdasarkan logika. Dan sekte yang terakhir disebut al-‘Isawiyyah adalah kelompok orang-orang yang menerima sekaligus membenarkan adanya Nasikh dan Mansukh tapi mereka menginterpretasikan bahwa itu hanya terjadi pada kaum Bani Isma’il bukan Bani Israil. Ini karena mereka – al-‘Isawiyyah – berasumsi bahwa Nabi Muhammad SAW lahir dari kalangan Bani Isma’il dan hanya diutus kepada Bani Isma’il bukan untuk Bani Israil. Jadi, masih menurut mereka kalaupun ada pengentasan sebuah hukum syari’at tertentu maka ia adalah Syari’at Nabi Muhammad SAW dan bukan Syari’at Isa AS.

Menanggapi prespektif kaum Yahudi tersebut, menurut penulis tidaklah perlu untuk memberikan argument yang berarti pada mereka. Karena eksistensi keimanan mereka spada dasarnya sudah jelas tidak sejalur dengan akidah kita sebagai penganut Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, biarlah ini menjadi sekelumit pengetahuan bagi kita tentang asumsi-asumsi mereka sekaligus menjadi khasanah nuansa ilmu pengetahuan dengan adanya perbedaan dalam berpendapat. Kita kembali pada pembahasan mengenai tema yang diangkat.

Syarat-Syarat Naskh

1. Mansukh harus berupa Hukum Syar’i
Oleh karena syarat Mansukh harus berupa hukum syar’i,maka jika keadaan hukum qodim yang akan dinaskh adalah bersifat tetap baro’ah aslinya seperti kebiasaan minum khamer di zaman jahiliyyah kemudian kebiasaan tersebut diangkat statusnya menjadi haram maka pengangkatan hukum di sini tidak bisa disebut naskh.

2. Nasikh harus berupa Dalil Syar’i yaitu al-Quran dan al-Sunah
Dari syarat Nasikh di atas dapat dipahami bahwa jika keadaan naskh bukan merupakan khitob syar’i maka ia tidak bisa disebut naskh, seperti wafatnya seorang mukallaf atau sebab gilanya, karena dengan sebab-sebab tersebut sifat taklif (pembebanan hukum) yang ada padanya akan hilang atau diangkat (ditiadakan). Jadi, dalam keadaan ini sebab-sebab tersebut tidak bisa disebut sebagai Nasikh.

3. Ihwal Nasikh harus lebih akhir daripada Mansukh (Mansukh harus lebih dulu adanya daripada Nasikh)
Sementara pada syarat yang ketiga adalah hadirnya Nasikh harus setelah Mansukh. Karena tidak lazim dan mustahil jika sesuatu yang bertugas menghapus/membatalkan sebuah hukum hadirnya lebih dahulu - daripada hukum yang akan diangakat/dihapuskannya – sementara hukum yang menjadi sasaran obyek kerjanya belum ada.

4. Naskh hanya ada di zaman kenabian ( pada saat Nabi SAW masih hidup)
Untuk syarat yang terakhir ini akan lebih dirincikan pada pembahasan berikutnya mengenai masa/zaman terjadinya naskh.

Zaman Terjadinya Naskh

Merupakan konsesus Ulama’ bahwa Naskh hanya terjadi di masa kenabian saja yakni pada saat Nabi Muhammad SAW masih hidup, maka setelah wafatnya tidak dibenarkan adanya naskh lagi. Semua ini karena umat tidak memiliki kapasitas juga tidak mempunyai kredibilitas serta hak – baik preogratif maupun otoritas- untuk menghapus atau membatalkan sebuah hukum. Sebab untuk mengeliminasi sebuah hukum hanya dapat ditempuh dan diketahui dengan wahyu ilahi, sementara wahyu hanya diperuntukkan bagi para Nabi dan Nabi terakhir adalah Nabi Muhammad SAW maka setelah beliau wafat jelas tidak akan ada penaskhan hukum lagi.

Tempat Terjadinya Naskh

Hukum-hukum syar’i yang bisa menerima naskh adalah hukum-hukum yang yang sifatnya tidak abadi, terbatas oleh waktu (sementara) dan tidak bersangkutan dengan akidah. Contohnya firman Tuhan YME yang mewajibkan berwasiat untuk kedua orang tua dan kerabat-kerabat pada surat al-Baqarah ayat 180 yang kemudian dinaskh/diangkat hukum wajibnya dengan ayat-ayat waris seperti pada surat an-Nisa ayat 11 dan 12. Juga sabda Nabi SAW yang membolehkan berziarah kubur setelah sebelumnya beliau melarangnya. Tetera pada hadist sucinya “ كنت نهيتكنم عن زيارة القبور ألا فزوروها ”. Sebaliknya, hukum-hukum yang bersifat abadi, tidak terbatas oleh waktu juga berkenaan perihal akidah maka hukum-hukum ini tidak dapat menerima naskh. Seperti hukum wajib beriman kepada Allah SWT, Malaikat-MalaikatNya, Rosul-RosulNya, Kitab-KitabNya, Qodho dan Qadhar juga pada Hari Akhir. Tidak bisa menerima naskh juga adalah hukum-hukum asal seperti ushul ibadah, ushul fadhoil dan ushul rodzail, seperti yang akan dirincikan pada pembahasan berikutnya.

Diversifikasi Naskh

Ditanjau dari peleburan hukumnya maka naskh terbagi menjadi dua variasi, yang pertama adanya hukum pengganti dan yang kedua tanpa hukum pengganti.

1. Naskh hukum dengan memberikan hukum pengganti, meliputi :

a. Naskh hukum dengan memberikan hukum pengganti yang setara
Seperti perubahan arah kiblat dari Bait al-Muqoddas ke Ka’bah al-Mukarromah. Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhori bahwa Nabi Muhammad SAW pernah shalat menghadap ke arah Bait al-Muqoddas selama 16 bulan. Kemudian arah shalat ini dinaskh/dieentas hukumnya dengan firman Tuhan YME pada surat al-Baqarah ayat 144 yang mewajibkan shalat mengarah ke Masjid al-Haram. Kita dapati di sini bahwa hadis di atas yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhori telah dinaskh oleh al-Qur’an al-Karim.

b. Naskh hukum dengan memberikan hukum pengganti yang lebih ringan
Contohnya adalah ‘idah seorang wanita yang ditinggal wafat oleh suaminya - sedang dia tidak dalam keadaan hamil – adalah selama setahun penuh, seperti yang tertera di dalam firman Tuhan YME, al-Qur’an al-‘Adzim pada surat al-Baqarah ayat 240. Kemudian hukum ‘idah setahun penuh ini dinaskh dengan ayat 234 pada surat al-Baqarah yang isinya bahwa ‘idah seorang wanita yang tidak hamil yang ditinggal wafat oleh suaminya adalah empat bulan sepuluh hari.

c. Naskh hukum dengan memberikan hukum pengganti yang lebih berat
Dahulu kala kewajiban berpuasa atas orang-orang mukmin adalah puasa Asyuro’ saja. Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW berpuasa di hari Asyuro’ dan beliau memerintahkan orang-orang muslim untuk ikut berpuasa juga. Kemudian kewajiban berpuasa di hari Asyuro’ ini dinaskh/dientaskan kewajibannya dengan ayat yang mewajibkan puasa di bulan Ramadhan secara penuh selama 30 hari pada surat al-Baqarah ayat 185.

2. Naskh hukum tanpa disertai hukum pengganti
Contohnya adalah kewajiban memberikan sedekah kepada Nabi SAW bagi siapa saja yang ingin berbincang-bincang dengan Nabi yang mulia itu. Kewajiban memberi sedekah ini tertera pada surat al-Mujadalah ayat 12 “ الرسول فقدموا بين يدي نجواكم صدقة يا أيها الذين آمنوا إذا ناجيتم ”. Kemudian Allah SWT mencabut kewajiban ini dan tidak memberikan kewajiban pengganti pada surat al-Mujadalah ayat 12 " فإن لم تجدوا فإن الله غفور رحيم " .

Hukum-Hukum yang Tidak Bisa Menerima Naskh

1. Hukum-hukum ushul yang berelasi dengan ushuluddin dan aqo’id, seperti iman dan tauhid
2. Hukum-hukum universal dan bersifat koelktif, seperti amar ma’ruf nahi munkar
3. Ushul akhlaq dan fadhoil (keutamaan-keutamaan) yang telah ditetapkan keberadaannya, seperti adil, amanah, berbuat baik terhadap orang tua, menepati janji. Begitu juga sebaliknya yakni yang bersifat rodzail (keburukan-keburukan) seperti perbuatan dzolim, berhianat dan berbuat zina.
4. Hukum yang bersifat abadi, seperti wajibnya jihad sampai hari kiamat
5. Hukum yang berelasi dengan waktu, seperti wajibnya puasa sampai hari petang
6. Kisah-kisah yang telah Allah SWT ceritakan, seperti umat-umat terdahulu juga kabar-kabar yang akan terjadi di masa mendatang, seperti keluarnya Dajjal.

Metodelogi untuk mengetahui Nasikh dan Mansukh

Pada substansialnya hukum-hukum syar’i bersifat muhkam dan tidak menerima naskh. Jadi tidak serta-merta mengatakan hukum ini Nasikh dan hukum itu Mansukh dengan hanya berargumen pada ijtihad dan pendapat belaka. Itu semua karena hukum-hukum tersebut bersumber dari Syari’ maka untuk mengetahui Nasikh dan Mansukh harus menggunakan dalil naqli yang bersumber dari Syari’ yang sama yaitu al-Qur’an dan al-Hadis.
Maka metodelogi yang digunakan pun untuk mengetahui perihal Nasik dan Mansukh akan tetap memakai dalil-dalil syar’i tersebut. Nasikh dan Mansukh dapat diketahui dengan salah satu cara di bawah ini :

1. Adanya kejelasan dari al-Alqur’an atau al-Hadis yang mengindikasikan bahwa ini Nasikh dan itu Mansukh. Seperti firman Allah SWT pada surat al-Anfal ayat 66 “ ألآن خفف الله عنكم ” maka adapun kalimat at-takhfif adalah merupakan indikasi yang menjelaskan bahwa ayat ini adalah Nasikh terhadapap ayat yang mewajibkan kepada seseorang (meskipun sendirian) untuk tetap bertahan walaupun menghadapi sepuluh musuh sekaligus pada surat al-Anfal ayat 65.

2. Ijama’ al-Ummah yang menyatakan bahwa ini adalah Nasikh dan itu adalah Mansukh, seperti Ijma’ naskh terhadapap kewajiban berpuasa di hari Asyuro’ dengan mewajibkan berpuasa di bulan Ramadhan.

3. Jika ada dua dalil yang saling kontradiksi dari segi yang berbeda, misalnya dalil pertama menyatakan wajib sementara dali yang kedua menyatakan mubah dan diketahui perihal kedatangannya yakni yang mana yang awal dan yang mana yang terakhir maka yang terakhir adalah Nasikh dan yang yang awal adalah Mansukh.

Profit-Profit dari Hukum yang Dinaskh

Dari penjelasan-penjelasan yang telah lalu, kita bisa mengambil beberapa point penting yang bisa dijadikan sebagai profit pengeliminasian sebuah hukum tertentu. Misalnya, profit maslahah seperti pada pengentasan hukum dari wajibnya berwasiat sebab diberlakukannya hukum waris dengan tetap menyunahkan berwasiat terhadap selainnya. Juga profit kenikmatan dari kebijkan Tuhan YME seperti pada pengeliminasian hukum ‘idah yang wajib setahun penuh dengan hanya selama empat bulan sepuluh hari. Berikut profit ujian untuk tetap mematuhi terhadap apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang oleh Tuhan YME, seperti pencabutan kewajiban berpuasa di hari Asyuro’ yang sehari saja dengan wajibnya berpuasa selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan. Dan masih banyak profit-profit lain yang bisa kita ambil sebagai hikmah diberlakukannya pengeliminasian sebuah hukum.

Maha Benar Tuhan YME atas segala firman-NYa, Maha Suci Tuhan YME atas segala ketetapan-Nya, Maha Bijaksana Tuhan YME atas semua kehendak-Nya. Kita sebagai makhluk paling sempurna yang telah Ia ciptakan sudah sepatutnya mensyukuri semua kenikmatan yang telah diberikan-Nya secara cuma-cuma. Dari semua hukum-hukum yang Tuhan YME telah tetap keeksisannya kita bisa tetap beribadah pada-Nya hanya menyembah pada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya, tetap mengimani keabadian-Nya, berikut iman kepada Malaikat-Nya, kitab-Nya, Rosul-Nya dan segala kuputasan-Nya Qodho dan Qodhar. Dan dari hukum-hukum yang Tuhan YME cabut kewajibannya, sekali lagi kita sebagai hambanya sudah sepatutnya bersyukur atas semua ketetapan-Nya, kerena mustahil bagi Tuhan YME mengerjakan, menginginkan, menetapkan dan memerintahkan sesuatu yang sia-sia. Maha Suci Tuhan YME dari semua itu.

Sebagai penutup dari tulisan singkat ini mengenai profit eksistensi dan eliminasi sebuah hukum, penulis berharap bahwa Tuhan YME tetap selalu menjaga kita, menuntun kita, melindungi kita dan juga meridhoi apa yang kita cita-citakan juga tentunya mengabulkan semua asa kebaikan kita, amin….!!!

Kamis, 24 Juni 2010

Surat Untuk Tuhan


::: Asa Itu Ada :::

Allahumma Anta Robbiy ______________

Ya Tuhan…..

Aku begitu sangat miskin pengalaman dalam hal ilmu pengetahuan, entah kenapa bisa begitu padahal aku dibesarkan dan tumbuh di dunia penuh ilmu. Apa yang membuat aku bodoh seperti ini???

Ya Tuhan, berikan aku petunjuk-Mu agar aku bisa menjadi manusia yang tidak terhina. Amin…..!!!

Sekian surat ironi dari hambamu yang paling berdosa.

Hijryan A. P.

La Ilaha Ila Anta __________________

Simpati Putra Bangsa


"Semoga Menjadi Negara yang Bertatakrama"

Semua hal yang menyagkut harga diri, keadilan, kebebasan berfikir dan bertindak serta mendapatkan penghidupan yang layak telah diatur oleh Islam dengan sangat detail, begitu pun oleh Negara.

Semua kategori di atas adalah hal-hal primer hidup yang tidak bisa dan tidak boleh dianggap remeh. Berangkat dari harga diri, seseorang akan mengetahui bahwa dirinya adalah suci, kuat dan bisa diandalkan. Profit yang bisa diambil dari kategori ini banyak sekali, antara lain; ia dapat mengenali diri sendiri dan mengetahui kapasitas talenta dan atau bakat yang ia miliki. Dengan begitu sebuah resonansi positif bisa mengalir ke luar dari dalam dirinya untuk kemudian ditransfer kepada masyarakat sekitar dan tempat di mana ia hidup, bahkan tidak menutup kemungkinan resonansi ini bisa menembus dimensi ruang dan waktu (tempat populasi kehidupan yang lain, berbeda waktu dan berjauhan jarak) jika memang energy positif yang keluar mempunyai kapasitas yang besar dan luar biasa.

Kepribadian yang suci dan bisa diandalkan – harga diri – ini akan dapat membidani lahirnya sebuah etika. Yang mana dengan etika ini seseorang akan dapat berkata jujur dan berbuat adil, tentunya dengan asa ia juga mendapat perlakuan yang sama dalam hal ini. Kejujuran yang ia distribusikan akan dapat mempengaruhi hal-hal non etis untuk kemudian akan bertransformasi menjadi energy positif yang lebih bermanfaat. Begitu pun halnya dengan tindak keadilan, jelas - tindakan asusila yang keluar dari norma kesopanan, perbuatan bejat baik yang sifatnya individual atau kelompok yang keluar dari norma hokum dan atau hal-hal yang keluar dari norma agama dan norma social termasuk menciptakan huru-hara pada kerukunan hidup dalam bermasyrakat yang berkeagamaan dan berkeadilan social - akan dapat diketahui kebobrokannya untuk kemudian pada fase berikutnya dihakimi tanpa pandang bulu atau strata kelas dalam masyarakat. Mungkin ini lah salah satu profit yang bisa dikeruk dari kategori kedua ini dari sekian banyak profit-profit yang lain.

Dua ketegori di atas jelas tidak bisa diimplementasikan secara sempurna dan komprehensif dalam masyrakat jika masih ada isolasi dan sekat kebebasan dalam masyarakat tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan adanya tindak-tanduk kebebasan berfikir dan berbuat demi mencapai profit yang diharapakan.

Melalui kebebasan berfikir seseorang akan mampu untuk menentukan jalur pandangan logikanya ke arah positif yang bisa menyelematkannya dalam tatanan kehidupan, baik kehidupan dalam bermasyarakat yang berorientasiakan hokum pribumi maupun kehidupan bergama yang berorientasikan hukum ketuhanan. Berfikir positif dan cerdas merupakan barometer kebenaran pertama untuk nantinya direalisasikan dengan tindakan/praktik. Maka dari itu, kebebasan berfikir sangat signifikan kedudukannya dalam struktur kemandirian hidup yang akan melaju ke level kesejahteraan hidup.

Sudah bukan rahasia lagi dan sama-sama telah kita ketahui bahwa teori tanpa aplikasi adalah kosong tak bernilai. Berangakat dari keyakinan di atas maka sudah seyogyanya bahwa buah pikiran harus dituangkan ke wadah yang sanggup menampungnya, agar tidak sia-sia dan terbuang percuma tentunya. Sedikit bermain logika, jika buah pikiran adalah air bersih maka sudah sepatutnya ia dituangkan ke dalam wadah yang bersih pula agar relevan dengan wadahnya dan tidak saling kontradiksi. Dengan begitu khalayak orang banyak akan dapat menikmati dan mengambil manfaat yang besar dari air bersih tersebut. Jika airnya keruh, buthek – bahasa jawa – atau kotor, meskipun ia dituangkan ke dalam wadah yang bersih sekalipun ia akan tetap keruh dan terlihat kotor. Wadah yang bersih di sini tidak akan sanggup memfilter kekeruhannya atau memolesnya untuk menjadi air yang bersih. Berlaku juga logika sebaliknya, meskipun airnya bersih tapi dituangkan ke dalam wadah yang kotor orang akan enggan untuk memakainya, jangan mengambil manfaat darinya dari kejauhanpun mereka ogah saat melihat wadahnya.

Nilai yang bisa kita petik dari sedikit penjelasan di atas adalah bahwa buah pikiran harus relevan dengan alam aplikasinya dalam semua factor. Yakni dari segi waktu dan tempat, situasi dan kondisi, keadaan social masyarakat dan kulur budayanya. Semua bertujuan agar buah pikiran dan tindakannya tidak sia-sia.

Dengan terpenuhinya ketegori pertama, kedua dan ketiga insyallah kategori keempat akan bisa dirasakan di semua lapisan masyarakat, yaitu mendapat penghidupan yang layak. Kehidupan yang layak dalam masyarakat madani harus meliputi semua aspek kehidupan. Mulai dari persamaan hak di mata hokum (untuk semua warga Negara), kebebasan berpendapat dan berpolitik (untuk polikus dan para pakar pemikiran), kebebasan pers (untuk para jurnalis), kebebasan memeluk agama (untuk semua lapisan masyarakat), pemerataan pembangunan (untuk semua daerah), perlindungan dan keamanan (untuk semua lapisan masyarakat), pemerataan pendidikan (untuk semua lapisan masyarakat) dan bahkan penyediaan lapangan kerja (untuk para pengangguran) sekalipun. Lebih singkatnya bahwa semua norma-norma yang ada bisa ditegakkan di dalam sebuah Negara, meliputi Norma Agama, Norma Kesopanan, Norma Kesusilaan dan Norma Hukum. Semua itu bertujuan agar laju kehidupan dalam bermasyarakat bisa seimbang dalam hal Penegakkan Hukum, Hak Pendidikan, Penguatan Ekonomi sampai Pemberantasan perihal Pengangguran dan Pengentasan Kemiskinan.

Semoga Negara kita tercinta Indonesia bisa cepat bangkit dari keterpurukannya saat ini. Sudah kita ketahui bersama bahwa semua nilai norma-norma di atas sekarang sedang krisis aplikasinya di Negara kita. Banyak kasus suap, mafia hukum (jual beli keadilan hokum), korupsi, kejahatan meraja lela, akhlaq semakin bejat, kemiskinan yang sudah mulai merata berikut pengangguran yang semakin menjamur, penodaan agama sampai hilangnya rasa malu dalam diri. Semoga semua cepat selesai agar Negara kita bisa cepat juga mencapai klimaks kemajuannya dengan aman, sentosa, dan sejahtera sehingga Pancasila itu bisa kita agungkan dan tidak luntur nilai filosofinya.Semoga.

Ya Tuhan YME, lindungi Negara tercinta kami Indonesia dari semua chaotic-chotic kehidupan yang imanensi ini. Amin……!!!

Senin, 21 Juni 2010

Teroris Bukan Produk Islam


" Memprotek Kesucian Islam "

" و إذ قال ربك للملائكة إنى جاعل فى الإرض خليفة "

Manusia sebagai mandataris Tuhan di muka bumi, jelas ia bertugas untuk menjaga bumi dari segala bentuk kerusakan, baik yang sifatnya ucapan maupun yang perbuatan. Karena dari ucapan yang sifatnya merusak itu pasti akan membidani lahirnya tindakan anarkis. Sementara dari perbuatan langsung yang non etis akan menjadi sebuah gerakan yang bemetaforfosis menjadi gerakan radikal-anarkis, sebuah gerakan yang esensialnya ingin mengacau dan melahirkan chaotic-chaotic baru (tanpa tujuan yang jelas) dalam hidup bermasyarakat yang berkehidupan agama.

وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين

Islam adalah agama rahmatan lil alamin, sebuah agama yang mengakalaborasikan dua dimensi kehidupan yang berbeda-kehidupan dunia dan akhirat- yang mana dengan ajarannya yang suci yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadis, ia bisa menjadi barometer kebenaran sebagai tolok ukur manusia dalam menjaga bumi ini. Ia juga adalah agama yang harmonis, toleran dan moderat.

إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق

Waktu-waktu belakangan ini, kita selalu disuguhi berita-berita dan tindak criminal yang anehnya perbuatan-perbutan criminal yang nonhumanis tersebut selalu disangkut-pautkan dan atas nama Islam. Sungguh merupakan penisbatan yang tanpa dasar dan jelas tidak benar. Karena semua skandal di atas jauh dari etika berkehiduapan yang saling memahami dan menghormati. Sabda Nabi yang menyangkut etika di atas bisa dijadikan pegangan bahwa Nabi yang agung itu diutus untuk menjadi pendamai, pembeda antara yang haq dan yang batil di muka bumi (pada masa utusannya) yang otomatis misi-misi sucinya itu terealisasi ke dalam ajaran-ajaran suci yang ia sampaikan.

Sejalan dengan hal ini, misi-misi suci yang ia bawa dan ia tuangkan ke dalam ajaran-ajaran dakwahnya kepada para Sahabat kemudian turun ke Tabi’in dan Tabi’ Tabi’in sampai ke zaman di mana kita hidup sekarang ini masih otentik dan akan tetap otentik. Oleh karena itu, seorang muslim tidak dibenarkan melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari ajaran sucinya termasuk-yang katanya- berjihad demi i’la kalimatillah tanpa memandang medan jihad dan asal tebas. Sungguh disayangkan mengapa mereka menggunakan atribut Islam dan mengatasnamakan Islam dalam gerakan-gerakan meraka yang radikal dan anarkis itu. Padahal yang mereka lakukan itu tidak pro sama sekali dengan ajaran Islam yang moderat, harmonis dan bisa menerima perbedaan.

ومن يقتل مؤمنا متعمدا فجزاءه جهنم خالدا فيها و غضب الله عليه و لعنه و أعد له عذابا عظيما"

Yang artinya: “ Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialaha Jahannam, ia kekal di dalamnya, dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyiapkan adzab yang besar baginya”

Berangkat dari ayat di atas, maka jelas bagi kita bahwa adzab sang pembunuh adalah Neraka Jahannam. Maha Suci Tuhan dengan segala Firman-Nya. Mereka –dalam hal ini- gerakan yang radikal anarkis –istilah kerennya Teroris- adalah termasuk golongan tersebut. Kenapa penulis berani memasukkan mereka-teroris- itu ke dalam mafhum ayat di atas? Karena jelas tindakan radikal mereka didasari unsur kesengajaan dan lebih parahnya yang menjadi korbannya adalah semua lapisan warga umat beragama, tidak hanya yang non-muslim tapi para muslimin juga. Oleh karena itu, meyikapi gerakan separatis anarkis teroris ini, Tuhan Yang Maha Bijaksana itu telah menyediakan tempat istemewa bagi sekte-sekte perusak kerukunan umat bergama dengan balasan Neraka sedang mereka kekal di dalamnya. Lafadz yang digunakan pun bermakna umum yakni “siapa saja” tanpa terkecuali. Inilah salah satu bentuk keadilan dalam Islam yang tidak membedakan pelaku tindak criminal di mata Tuhan Yang Maha Esa. Jadi sama sekali tidak benar kalo mereka -si teroris- yang bangga dengan bom-bom di tangan dan tubuh mereka itu mengatasnamakan jihad li i’lai kalimatillah. Justru keislaman mereka malah sepatutnya dipertanyakan. Sudah bukan zamannya lagi berjihad menggunakan kekerasan fisik apalagi sampai merusak bahkan dengan teganya menghilangkan nyawa seseorang. Terlebih karena saat ini kita memilik Negara yang mempunyai kewajiban dan berhak mengatur keamanaan dan ketertiban rakyatnya. Jadi, baik yang muslim maupun yang nonmuslim di mata hukum adalah sama.

Menanggapi argument yang sering mereka pakai dengan menghalalkan memerangi orang kafir –nonmuslim- dengan dalih jihad i’la kalimatillah, penulis akan mencoba memaparkan jawaban yang singkat dan masuk akal dan tentunya tidak keluar jalur dengan tetap menggunakan ayat-ayat suci Tuhan YME.

و من قتل مظلوما فقد جعلنا لوليه سلطانا

Yang artinya : “ Dan barang siapa dibunuh secara dzalim maka sesungguhnya Kami telah memberikan kekuasaan kepada ahli warisnya “
Dan yang dimaksudkan dengan kekuasaan adalah qishos atau mengambil diat.

يأيها الذين ءامنوا كتب عليكم القصاص فى القتلى

Yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh”

و كتبنا عليهم فيها أن النفس بالنفس

Yang artinya : “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa”

و من يفعل ذلك عدوانا و ظلما فسوف نصله نارا و كان ذلك على الله يسيرا
Yang artinya : “Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”

Berangkat dari ayat-ayat suci Tuhan YME tersebut, jelas perilaku criminal tidak dapat dibenarkan dengan alasan dan dalih apapun. Adalah patut mendapat hukuman yang besar bagi mereka yang melakukan tindakan radikal anarkis yang dengan itu menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. Ayat-ayat tersebut bersifat kolektif tidak membedakan perihal si pembunuh- tersangka criminal- teroris dalam hal ini. Artinya siapa saja yang melakukan tindak criminal akan mendapat balasan langsung dari Tuhan YME baik dari pihak muslim (lebih tepatnya yang mengatasnamakan Islam) maupun yang non. Di mata Tuhan YME semua hukuman mereka sama. Sekali lagi ini adalah cara Islam menjaga ketentraman dan kesejahteraan berkehidupan agama dalam bermasyarakat. Pun karena Nabi Muhammad tidak menjelaskan atau membeda-bedakan perihal si pelaku, kalo toh itu diizinkan beliau pasti akan menjelaskan tapi pada kenyataannya beliau tidak menjelaskan. Karena mengakhirkan penjelesan saat butuh (keadaan sedang berlangsung) itu tidak dibenarkan. Ini yang disebut Imam as-Syafi’I dalam Istilah Ilmu Ushul Fiqh pada kitab al-Ummnya :

ترك الإستفصال في حكاية الحال مع قيام الإحتمال ينزل منزلة العموم في المقال

Jadi ayat-ayat di atas, sekali lagi ia bersifat kolektif untuk siapa saja dan tidak membeda-bedakan perihal pelaku kriminal.

Mereka yang hanya berpacu pada teks-teks jihad belaka tanpa memperhatikan situasi kondisi social masyarakat dan interpretasi Ulama’ di dalamnya, inilah yang disebut oleh Dr. Yusuf Qordlowi dengan al-Dzohiriyyah al-Judud (Oarang-Orang Dzhoriyah Baru). Alur berfikir mereka picik hanya akan menggunakan apa yang mereka baca yang tertera pada teks-teks tersebut. Jika di sana A mereka akan melakukan A, tanpa memperhatikan bahwasannya masih ada opsi lain jalan alternative B yang lebih relevan untuk diimplementasikan pada social, kultur dan budaya masyarakat setempat. Hendaklah kita dalam mengambil atau mengeluarkan fatwa harus berani menggunakan logika, tidak hanya beracu pada teks belaka. Karena logika yang benar akan tetap selalu relevan dengan kesucian teks – al-Qur'an dan al-Hadist – dan karenanya akan lahir nilai-nilai positif yang juga akan relevan jika direalisasikan dalam kehidupan baik individual maupun sosial.
Dalam Fiqh Jihad Islam pun mempunyai aturan main saat berperang, yaitu tidak diperkenankan melukai anak-anak, wanita dan orang-orang tua. Melukai mereka saja tidak diizinkan, apalagi membunuh. Sementara gerakan teroris yang mengatasnamakan jihad Islam itu seakan-akan tidak mempunya hati naluri dan asal babat. Sama-sama telah kita ketahui metode dakwah Islam yang relevan dengan masa kontemporer sekarang ini adalah sebagai mana firman Tuhan yang tertera dalam kitab sucinya Al-Qur’an :

أدع إلى سبيل ربك بالحكمة و الموعظة الحسنة و جادلهم بالتى هى أحسن

Yang artinya “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”.

Jadi tidak serta-merta main tebas. Dengan demikian teroris jelas bukan produk islam karena tidak bersumberkan ayat-ayat suci Tuhan YME.
Sebegitu maha berharganya nyawa seseorang dalam agama Islam yang luhur ini. Sampai diwajibkan hukum qishos dengan tujuan untuk memprotek hal-hal yang bersangkutan dengan tindakan radikal anarkis yang membidani lahirnya kematian seseorang. Jadi sangat tidak benar penisbatan atas agama yang suci ini terhadap gerakan teroris, jelas sangat-sangat berbeda pada goal subsatansialnya masing-masing.
Ada satu jargon bermakna tinggi –super higt quality- perihal kehidupan dalam agama Islam, ia adalah :

“ الأصل هو الحياة وحمايتها ليس الموت و إحداثه

Kehidupan dan Proteksinya Bukan Kematian dan Insidennya

Islam adalah agama yang cinta damai, moderat dan tidak ada jurang pemisah antarumat beragama di dunia ini. Sebagai warga sebuah Negara derajat kita –muslim maupun yang nonmuslim- sama di mata hukum. Untuk memerangi tindak-tanduk gerakan sekte pembongkar keharmonisan hidup ini, kita sebagai warga Negara yang beritikad baik dan berbudaya luhur mari kita junjung tinggi persamaan hak hidup beragama dengan mengoptimalkan saling kerjasama lintas agama. Dengan tujuan satu, menjaga perdamian hidup dan kesejahteraan hidup beragama agar tidak mudah diadu domba oleh sekte-sekte separatis, radikal dan anarkis yang tujuan esensialnya tidak jelas dan hanya membuat booming kerusuhan dalam hidup bermasyarakat yang berkeagamaan.

Sekian tulisan singkat ini, semoga kita tidak lagi menjadi korban kebiadaban tindak kriminal.